Pernyataan
presiden dalam ratas (rapat terbatas) di istana kepresidenan di bogor
beberapa waktu silam merupakan sebuah kesempatan emas untuk para penggiat
wisata dan pembangunan destinasi wisata-wisata yang mulai digalakkan. Salah
satunya dengan konsep Geopark.
Geopark bisa dikatakan standing issues yang
kini sedang inn dalam aspek pengembangan kelingkungan yang
berkelanjutan. Aspek fisik, yakni dari segi sumber daya alam dengan manusia
yang hidup di sekitarnya adalah interaksi sekaligus modal awal yang bisa
dikembangkan. Beberapa agenda sosialisasi tentang Geopark perlu di massifkan sebagai
upaya campaign mode offline maupun online. Memperkaya
konten dari berbagai lini dirasa perlu. Masyarakat terus disuguhkan tentang
Geopark.
Pernyataan menarik terlontar saat FGD aspiring Geopark di Gedung
Jatijajar, kompleks pendopo kabupaten Kebumen pada 23 November 2018 : “ Geopark
bukan sekedar wisata, dan berbeda dengan wisata”. Hal tersebut menitik beratkan
bahwasanya Geopark perlu banyak pasrtisipan berbagai elemen masyarakat.
Gerakannya bisa dari atas, atau bawah (Botom-up—up to bottom approach).
Yang perlu diingat adalah tentang konsep sustainable development, yakni
pembangunan berkelanjutan. Karena terdapat unsur SDM dan Alam yang keduanya
merupakan syarat mutlak kehidupan.
Geopark memiliki usulan 59 titik destinasi point penting (Geosite)
yang dikelompokan menjadi 3; Biologi, Geologi, dan Budaya yang dibagi ke dalam sub
Kawasan Karangsambung (Utara), Kawasan Sempor (Tengah), Kawasan Pesisir Ayah
(Selatan). Tersebar di 12 kecamatan dan 117 Desa di Kabupaten Kebumen seluas
543,599 Km2. Dari banyaknya daerah tersebut, maka stake holder
perlu digerakan bersama ke dalam jangkauan satu frekuensi yang
membangun trend positif.
**Bersambung**
EmoticonEmoticon