Rupiah sudah jatuh ke Rp. 15.000 per Dollar US, sebagai perbandingan, dalam setahun terakhir Rupiah turun 11% thd dollar.Dalam kurun yg sama, peso Argentina jatuh 55%, sementara Lira Turki anjlok 50%. Sementara itu suku bunga BI hanya 4.75%, suku bunga pinjaman di Argentina per hari ini 60%, dan Turki 18%.
Inflasi Indonesia Januari sd Agustus hanya 2.13%, sebuah data pencapaian yang impresif (bandingkan dengan inflasi Turki yang 18% dan Argentina 25%). Inflasi yang rendah menunjukkan kemampuan menjaga stabilitas harga barang, namun inflasi rendah ini salah satunya karena adanya subsidi BBM, salah satu biang keladi turunnya rupiah adalah karena defisit neraca perdagangan. Kenapa defisit? Karena import migas naik terus gara-gara harga minya dunia naik, harusnya harga premium dan solar dinaikkan agar import migas yang boros bisa menurun. Tapi demi inflasi rendah, nggak dinaikkan, kalau harga solar dan premium dinaikkan maka konsumsi BBM akan menurun, import BBM yang mahal juga akan turun, pelan-pelan defisit akan berkurang, lalu rupiah akan menguat, namun pilihan ini belum diambil, tahun depan mungkin.
Cara lain mengurangi defisit ya harus naikkan ekspor dan raup devisa dari pariwisata wisman. Ekspor akan bagus kalau para birokrat di Kemendag kreatif, cekatan terobos pasar global dan sinergis. Tapi sejak dulu jarang ada birokrat PNS yang inovatif, ada tapi jarang.
Pariwisata sejatinya yg bisa jd andalan pendulang devisa demi perkuat rupiah.
Turis asing paling banyak datang dari negara China dan Malaysia. So baik-baiklah kalau mereka Visit Indonesia. Jangan malah diteriaki aseng-aseng. Lhah pan katanya mau raup devisa demi kuatnya rupiah.
Sektor Pariwisata, Perikanan dengan produk turunannya, Kelapa sawit dengan turunannya, Karet dengan turunannya, Itulah 4 Kuartet Penentu Masa Depan Rupiah. Kalau saja para birokrat di negeri ini KREATIF, 4 sektor itu bisa naik 20 kali lipat. Rupiah bisa kembali ke Rp. 7500 terhadap dollar.
EmoticonEmoticon